HUKUM DAN HIKMAH KHITAN
A. PENDAHULUAN
Tradisi khitan anak perempuan
barangkali sudah setua sejarah manusia itu sendiri, sebab ia banyak ditemukan
dalam sejarah agama–agama sebelum Islam, misalnya Yahudi dan sebagian Kristen.
Seiring dengan itu, para pemeluk agama ini meneruskan ritual itu hingga
sekarang. Kendati tak semua pemeluk agama melakukannya, karena khitan sendiri
mengandung perdebatan di dalamnya, tetap saja agama menjadi satu dorongan kuat
untuk melakukannya.
B. PENGERTIAN KHITAN
Khitan secara bahasa artinya memotong.
Secara terminologis artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki
(penis). Dalam bahasa Arab khitan juga digunakan sebagai nama lain alat kelamin
lelaki dan perempuan seperti dalam hadist yang mengatakan "Apabila terjadi
pertemuan dua khitan, maka telah wajib mandi" (H.R. Muslim, Tirmidzi
dll.).
Dalam agama Islam, khitan merupakan
salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama.
Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kesucian (fitrah) itu ada lima:
khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan
memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Faedah khitan: Seperti yang diungkapkan
para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena
membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus,
najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut.
Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran
sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin
banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan kencing dalam sehari
dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam
setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita
penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga
penderita penyakit berbahaya aids, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim
juga lebih banyak diderita oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang
menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan[1]
Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam,
editor Abdul Azis Dahlan et al., Jakarta, 1997, Vol 3 pada sub bab Khitan
diterangkan sebagai berikut: Khitan (berasal dari akar kata arab khatana-yakhtanu-khatnan
= memotong). Secara terminologi pengertian khitan dibedakan antara laki-laki
dan perempuan. Menurut Imam al-Mawardi, ulama fikih Mahzab Syafi’I, khitan bagi
laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi
terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj
yaitu kelentit atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang
vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga
I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan.
C. HUKUM KHITAN
Dalam fikih Islam, hukum khitan
dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para
ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun
perempuan.
1. Hukum khitan untuk lelaki
Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum
khitan bagi lelaki adalah wajib. Para
pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam
Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu.
Menurut riwayat populer dari imam Malik
beliau mengatakan khitan hukumnya sunnah. Begitu juga riwayat dari imam Hanafi
dan Hasan al-Basri mengatakan sunnah. Namun bagi imam Malik, sunnah kalau
ditinggalkan berdosa, karena menurut madzhab Maliki sunnah adalah antara fadlu
dan nadb. Ibnu abi Musa dari ulama Hanbali juga mengatakan sunnah muakkadah.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Mughni
mengatakan bahwa khitan bagi lelaki hukumnya wajib dan kemuliaan bagi
perempuan, andaikan seorang lelaki dewasa masuk Islam dan takut khitan maka
tidak wajib baginya, sama dengan kewajiban wudlu dan mandi bisa gugur kalau
ditakutkan membahayakan jiwa, maka khitan pun demikian.
Dalil yang Yang dijadikan landasan
bahwa khitan tidak wajib.
1. Salman al-Farisi ketika masuk Islam
tidak disuruh khitan;
2. Hadist di atas menyebutkan khitan
dalan rentetan amalan sunnah seperti mencukur buku ketiak dan memndekkan kuku,
maka secara logis khitan juga sunnah.
3. Hadist Ayaddad bib Aus, Rasulullah
s.a.w bersabda:"Khitan itu sunnah bagi lelaki dan diutamakan bagi
perempuan. Namun kata sunnah dalam hadist sering diungkapkan untuk tradisi dan
kebiasaan Rasulullah baik yang wajib maupun bukan dan khitan di sini termasuk
yang wajib.
Adapun dalil-dalil yang dijadikan
landasan para ulama yang mengatakan khitab wajib adalah sbb.:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah s.a.w.
bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau
khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya
ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini
menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin
terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang
menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah
wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad,
Rasulullah s.a.w. berkata kepada Kulaib: "Buanglah rambut kekafiran dan
berkhitanlah". Perintah Rasulullah s.a.w. menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat
khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa
khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk
sesuatu yang sangat kuat hukumnya.
5. Memotong anggota tubuh yang tidak
bisa tumbuh kembali dan disertai rasa sakit tidak mungkin kecuali karena
perkara wajib, seperti hukum potong tangan bagi pencuri.
6. Khitan merupakan tradisi umat Islam
sejak zaman Rasulullah s.a.w. sampai zaman sekarang dan tidak ada yang
meninggalkannya, maka tidak ada alasan yang mengatakan itu tidak wajib.
2.
Khitan
untuk perempuan
Hukum khitan bagi perempuan telah
menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian
mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib.
Perbedaan pendapat para ulama seputar
hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadist seputar khitan
perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya.
Tidak ada hadist sahih yang menjelaskan
hukum khitan perempuan. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa tidak ada hadist yang
bisa dijadikan rujukan dalam masalah khitan perempuan dan tidak ada sunnah yang
bisa dijadikan landasan. Semua hadist yang meriwayatkan khitan perempuan
mempunyai sanad dlaif atau lemah.
Hadist paling populer tentang
khitan perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda
kepadanya:"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan,
sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi
suaminya". Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin
Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif
dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk
menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab
Talkhisul Khabir.
Mengingat tidak ada hadist yang kuat
tentang khitan perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa sebagian ulama
Syafi'iyah dan riwayat dari imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada anjuran
khitan bagi perempuan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa
perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan khitan, sedangkan perempuan
Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak mempunyai kulit
yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan kekurang nyamanan
perempuan itu sendiri.
3.
Apa
yang dipotong dari perempuan
Imam Mawardi mengatakan bahwa khitan pada
perempuan yang dipotong adalah kulit yang berada di atas vagina perempuan yang
berbentuk mirip cengger ayam. Yang dianjurkan adalah memotong sebagian kulit
tersebut bukan menghilangkannya secara keseluruhan. Imam Nawawi juga
menjelaskan hal yang sama bahwa khitan pada perempuan adalah memotong bagian
bawah kulit lebih yang ada di atas vagina perempuan.
Namun pada penerapannya banyak
kesalahan dilakukan oleh umat Islam dalam melaksanakan khitan perempuan, yaitu
dengan berlebih-lebihan dalam memotong bagian alat vital perempuan. Seperti
yang dikutib Dr. Muhammad bin Lutfi Al-Sabbag dalam bukunya tentang khitan
bahwa kesalahan fatal dalam melaksanakan khitan perempuan banyak terjadi di
masyarakat muslim Sudan dan Indonesia .
Kesalahan tersebut berupa pemotongan tidak hanya kulit bagian atas alat vital
perempuan, tapi juga memotong hingga semua daging yang menonjol pada alat vital
perempuan, termasuk clitoris sehingga yang tersisa hanya saluran air kencing
dan saluran rahim. Khitan model ini di masyarakat Arab dikenal dengan sebutan
"Khitan Fir'aun". Beberapa kajian medis membuktikan bahwa khitan
seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perempuan baik secara
kesehatan maupun psikologis, seperti menyebabkan perempuan tidak stabil dan
mengurangi gairah seksualnya. Bahkan sebagian ahli medis menyatakan bahwa
khitan model ini juga bisa menyebabkan berbagai pernyakit kelamin pada
perempuan.
Seandainya hadist tentang khitan
perempuan di atas sahih, maka di situ pun Rasulullah s.a.w. melarang
berlebih-lebihan dalam menghitan anak perempuan. Larangan dari Rasulullah
s.a.w. secara hukum bisa mengindikasikan keharaman tindakan tersebut. Apalagi
bila terbukti bahwa berlebihan atau kesalahan dalam melaksanakan khitan
perempuan bisa menimbulkan dampak negatif, maka bisa dipastikan keharaman
tindakan tersebut.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di
atas beberapa kalangan ulama kontemporer menyatakan bahwa apabila tidak bisa
terjamin pelaksanaan khitan perempuan secara benar, terutama bila itu dilakukan
terhadap anak perempuan yang masih bayi, yang pada umumnya sulit untuk bisa
melaksanakan khitan perempuan dengan tidak berlebihan, maka sebaiknya tidak
melakukan khitan perempuan. Toh tidak ada hadist sahih yang melandasinya[2]
D. HIKMAH KHITAN
Dari Abu Hurairah -Semoga Allah meridhainya- Rasulullah
bersabda:
الفطرة خمس -أو خمسة
من الفطرة: الختان، والاستحداد، وتنف الإبط، وتقليم الأظفار، وقص الشارب ) الخباري في صحيح (
Artinya: Fithrah
manusia itu ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu
ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis (HR. Bukhari, 5889).
Makna fitrah pada asalnya adalah tabiat
yang semula sudah ada, dan yang dimaksu dengan hadits tersebut di atas adalah,
"Jika 5 hal di atas dilakukan maka pelakunya disifati dengan fithrah
sebagaimana Allah tetapkan demikian untuk para hambanya, dan juga Allah
memotivasi hamba-Nya untuk melakukan, mencintai hal yang demikian, sehingga
hamba tersebut memiliki sifat yang paling sempurna lagi mulia. Dalam sejumlah
sifat yang lain disebutkan, "Lima hal yang teramsuk
sunnah/kebiasaan".
Dan khitan maknanya adalah memotong,
yaitu memotong kulub (kulit yang berlebih yang ada pada dzakar bagian depan.
Adapun istihdad, adalah menggunakan alat potong untuk menghilangkan rambut yang
ada di atas dan sekitar kemaluan laki-laki. Demikian juga rambut yang ada di sekitar
kemaluan perempuan.
Sebuah majalah medis terkenal di Inggris, BMG, pernah menurunkan makalah tentang kanker kelamin dan penyebab-penyebabnya pada tahun 1986. Diantara keterangannya adalah, "Sesungguhnya kanker kelamin sangat kecil sekali terjadi di kalangan yahudi dan negeri-negeri muslim, sebab mereka ini melakukan khitan semenjak usia anak-anak. Dan data statistik medis menunjukkan bahwa kanker kemaluan yang terjadi pada kalangan yahudi tidak terjadi kecuali hanya terhadap 9 penderita saja dalam setahun."
Sebuah majalah medis terkenal di Inggris, BMG, pernah menurunkan makalah tentang kanker kelamin dan penyebab-penyebabnya pada tahun 1986. Diantara keterangannya adalah, "Sesungguhnya kanker kelamin sangat kecil sekali terjadi di kalangan yahudi dan negeri-negeri muslim, sebab mereka ini melakukan khitan semenjak usia anak-anak. Dan data statistik medis menunjukkan bahwa kanker kemaluan yang terjadi pada kalangan yahudi tidak terjadi kecuali hanya terhadap 9 penderita saja dalam setahun."
Proses terjadinya kanker kelamin adalah
ketika kemaluan tidak dikhitan, maka kulub yang ada di bagian depan kemaluan
tersebut selalu menyisakan air kencing yang keluar. Air kencing tersebut
membawa endapan-endapan yang dalam waktu yang lama akan menutupi bagian saluran
air kencing sehingga menyebabkan dis-fungsi. Maka dengan dikhitannya kulub ini,
kemungkinan mengendapnya sisa-sisa air kencing tidak ada lagi karena selalu
dibersihkan setiap kali kencing. Sisa-sisa endapan air kencing inilah yang berdasarkan
penelitian merupakan sebab utama terjadinya kanker kelamin.
Majalah "Al-Ma'had Al-Wathaniy lii
Al-Sarthan" menurunkan berita tentang hasil penelitian yang menegaskan
bahwa kanker kelamin bisa berpindah ketika berhubungan seks. Dan dengan
hubungan seks dengan banyak pasangan bebas juga akan menyebabkan terjadinya
kanker ini. Dalam dalam laporan buletin sebuah akademi untuk penyakit-penyakit
anak-anak disebutkan bahwa sesungguhnya khitan adalah cara yang efektif untuk
mencegah terjadinya kanker kelamin.
Sebuah majalah Amerika untuk penyakit anak-anak juga menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas agama yang dianut kalangan muslimin (Islam) dan yahudi yang menegaskan mensyari'atkan khitan memiliki dampak yang sangat mendasar dalam memotivasi mereka untuk melaksanakan fithrah ini (khitan)". Dan dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu' bahwa Nabi Ibrahim --Alaihis Salam-- melakukan khitan ketika ia memasuki usia 80 tahun.[3]
Sebuah majalah Amerika untuk penyakit anak-anak juga menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas agama yang dianut kalangan muslimin (Islam) dan yahudi yang menegaskan mensyari'atkan khitan memiliki dampak yang sangat mendasar dalam memotivasi mereka untuk melaksanakan fithrah ini (khitan)". Dan dalam shahihain (Bukhari dan Muslim) diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu' bahwa Nabi Ibrahim --Alaihis Salam-- melakukan khitan ketika ia memasuki usia 80 tahun.[3]
Telah pasti di dalam banyak hadits
tentang disyariatkannya khitan, diantaranya :
1.
Dari Abu Hurairah
radiyallahu ‘anhu ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda :
الْفِرَةُ
خَمْسٌ الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّرِبِ وَتَقْلِيمُ اْلأَضْفَارِ
وَنَتْفُ اْلآبَاطِ
(artinya) : “Fitrah itu ada lima, yaitu : khitan, mencukur
bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”[4]
2.
Dari ‘Utsaim bin
Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya ia pernah datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam lalu mengatakan :
قَدْ
أَسْلَمْتُ فَقَالَ لَهُ النَِّبيُ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أَلْقِ عَنْكَ
شَعْرَ الْكُفِرِ وَاخْتَتِنْ
(artinya) : “Sungguh saya telah masuk Islam”. Maka Nabi
Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : “Buanglah darimu buku (rambut)
kekufuran dan berkhitanlah”.[5]
Berkata Syaikh Al Albani di dalam Al Irwa’ (79): Ini adalah
hadits hasan, karena hadits ini memiliki dua pendukung. Salah satunya dari
Qatadah dan Abu Hisyam, sedangkan yang satu dari Wa’ilah bin Asqa’. Dan sungguh
saya telah membicarakan tentang keduanya. Telah saya jelaskan juga di dalam
Shahih Sunan Abu Dawud (no 1383) bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berhujjah
dengan hadits ini.
3.
Dari Abu Hurairah
radiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda :
إِلْخَتَتَنَ
إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَانِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ
سَنَةً
“Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh
tahun”.[6]
Didalam hadit-hadits di atas terdapat keterangan tentang disyariatkannya khitan. Dan bahwasanya orang yang tuapun tetap diperintahkan untuk melaksanakannya, jika ia belum pernah berkhitan
Didalam hadit-hadits di atas terdapat keterangan tentang disyariatkannya khitan. Dan bahwasanya orang yang tuapun tetap diperintahkan untuk melaksanakannya, jika ia belum pernah berkhitan
DAFTAR BACAAN
H. Sach et al: J. Amer. Med.. Ass., 267
(1992) 679-681.
Linda Cook et al : Amer. J. Publ. Health :
84 ( 1994) 197 - 201.
J. L. Mark: Sciece: 245(1989) 470- 471.
S, Moses et al: lntl. J. Epidemiology: 19
(1990) 693-697
Al-Arbaun Al-Ilmiyah" Abdul hamid
Mahmud Thahmaz, Daar Al-Qalam Penerjemah: Abu Muhammad ibn Shadiq
Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam
Bukhari (6297 – Al Fath, Imam Muslim (3/27 – Imam Nawawi), Imam Malik di dalam
Al Muwattha’ (1927), Imam Abu Dawud (4198), Imam Tirmidzi (2756), Imam Nasa’I
(I/14-15), Imam Ibnu Majah (292), Imam Ahmad di dalam Al Musnad (2/229) dan
Imam Baihaqi (8/323).
Hadits Hasan, dikeluarkan oleh Imam Abu
Dawud (356) dan Imam Baihaqi dari beliau (1/172) juga Imam Ahmad (3/415
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (6298 – Al
Fath), Imam Muslim (2370), Imam Baihaqi (8/325) dan Imam Ahmad (2/322-418) dan
lafadz hadits ini ada pada beliau.
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1158&
Itemid =1
[1] H. Sach et al: J. Amer. Med.. Ass., 267 (1992) 679-681.
Linda Cook et al : Amer. J. Publ. Health : 84 ( 1994) 197 - 201. J. L. Mark:
Sciece: 245(1989) 470- 471. S, Moses et al: lntl. J. Epidemiology: 19 (1990)
693-697
[2] http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1158&
Itemid =1 diakses tanggal 2 Januari 2012
[3] Al-Arbaun Al-Ilmiyah" Abdul hamid Mahmud Thahmaz, Daar
Al-Qalam Penerjemah: Abu Muhammad ibn Shadiq
[4] Hadits
shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (6297 – Al Fath, Imam Muslim (3/27 – Imam
Nawawi), Imam Malik di dalam Al Muwattha’ (1927), Imam Abu Dawud (4198), Imam
Tirmidzi (2756), Imam Nasa’I (I/14-15), Imam Ibnu Majah (292), Imam Ahmad di
dalam Al Musnad (2/229) dan Imam Baihaqi (8/323).
[5] Hadits
Hasan, dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud (356) dan Imam Baihaqi dari beliau
(1/172) juga Imam Ahmad (3/415
[6] Dikeluarkan
oleh Imam Bukhari (6298 – Al Fath), Imam Muslim (2370), Imam Baihaqi (8/325)
dan Imam Ahmad (2/322-418) dan lafadz hadits ini ada pada beliau.
No comments:
Post a Comment