Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu adalah seorang pemuda
Persia. Salman Al Farisi tak lain adalah mantan budak di Isfahan, salah satu
daerah di Persia. Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu adalah sahabat Rasulullah
yang spesial. Ia terkenal dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian
parit di sekeliling kota Madinah pada saat kaum kafir Quraisy Mekkah bersama
pasukan sekutunya menyerbu Rasulullah dan juga kaum muslimin dalam perang
Khandaq. Ada sekitar dua puluh empat ribu pasukan musuh dibuat kalah, karena
parit yang diusulkan Salman Al Farisi dan tentu saja karena pertolongan Allah
yang mendatangkan angin topan. Musuh agama Allah itu pulang dengan tangan hampa
dan hati kecewa karena kalah perang. Sejak itu nama Salman Al-Farisi
Radhiallahu’anhu makin bersinar di kalangan para sahabat.
Sedangkan untuk kisah cintanya, Salman Al Farisi merasakan
jatuh cinta ketika Rasulullah dan kaum muslimin hijrah menuju kota Madinah.
Maka di kota inilah Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu berniat untuk
menggenapkan separuh agamanya dengan menikah. Saat itu diam-diam Salman Al
Farisi menaruh perasaan cinta kepada seorang wanita muslimah Madinah nan
sholihah yang disebut kalangan Anshar. Maka dia pun memantapkan niatnya untuk
melamar wanita pujaan hatinya.
Namun sayangnya ada sesuatu yang mengganjal di hati Salman
Al Farisi ketika hendak melamar. Salman Al Farisi merasa asing, karena dia
adalah penduduk baru dan jelas belum mengetahui bagaimana adat melamar wanita
di kalangan masyarakat Madinah dan bagaimana dengan tradisi Anshar saat
mengkhitbah wanita. Demikianlah hal yang dipikirkan Salman Al Farisi, dia tak
tahu mengenai budaya yang diterapkan di kota yang baru ini dan jelas tak bisa
sembarangan tiba-tiba datang mengkhitbah wanita tanpa persiapan matang.
Hingga akhirnya Salman Al Farisi mendatangi seorang
sahabatnya yang merupakan penduduk asli Madinah, yaitu Abu Darda. Ia bermaksud
meminta bantuan dari sahabatnya, Abu Darda untuk menemaninya saat mengkhitbah
wanita impiannya. Setelah mendengar cerita sahabatnya tersebut, Abu Darda pun
begitu girang. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia membantu dan juga
mendukung sahabatnya itu. Tak ada perasaan ragu bahkan menolak dalam diri
seorang Abu Darda. Dan inilah kesempatan Abu Darda untuk membantu saudara
seimannya.
Setelah sebuah persahabatan yang indah itu menolong Salman
Alfarisi, maka beberapa hari kemudian ia mempersiapkan segala sesuatunya,
Salman Al Farisi pun mendatangi rumah sang gadis dengan ditemani sahabatnya
itu. Keduanya merasa begitu gembira selama perjalanan. Setiba di rumah wanita
sholihah tersebut, keduanya pun diterima dengan baik oleh sang tuan rumah, yang
tak lain adalah orang tua wanita Anshar yang dicintai oleh Salman Al Farisi.
Abu Darda pun memperkenalkan dirinya dan memperkenalkan
Salman Al Farisi, ia pun menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal
dari Persia dan kini telah berhijrah ke Madinah. Abu Darda juga menceritakan
mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah.
Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk melamar.
Mendengar itu semua, maka si tuan rumah merasa sangat
terhormat. Ia senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Ditambah
lagi karena salah satunya bahkan berkeinginan melamar putrinya. Namun hal itu
tidak membuat sang ayah langsung menerimanya. Karena seperti yang diajarkan
Rasulullah, bahwa sang ayah harus bertanya bagaimana pendapat putrinya mengenai
lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara penuh.
Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga
putrinya yang berada dibalik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar
percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Maka wanita muslimah tersebut ternyata
juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang melamarnya. Berdebarlah jantung
Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya, tak hanya
itu Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama
semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang
mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.
“Mohon maaf kami perlu berterus terang”, kalimat itu membuat
Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar menanti jawaban. Manusiawi, karena
Salman Al Farisi dan Abu Darda hanyalah manusia biasa juga seperti kita. Maka
perasaan tegang dan gelisah pun segera menyeruak dalam diri mereka berdua.
“Namun karena kalian berdualah yang datang dan mengharap
ridho Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika
Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al
Farisi”. Sungguh jawaban yang mengagetkan, wanita yang diidam-idamkan untuk
menjadi istri Salman Al Farisi, justru memilih Abu Darda yang hanya ingin
membantu pinangan sahabatnya. Takdir Allah berkehendak lain, cinta bertepuk
sebelah tangan. Tetapi itulah ketetapan Allah menjadi rahasia-Nya, yang tidak
pernah diketahui oleh siapapun kecuali oleh Allah.
Jika seperti pria pada umumnya, maka hati Salman Al Farisi
pasti hancur berkeping-berkeping. Ia akan merasakan kehancuran yang teramat
sangat. Tapi berbeda dengan pria lainnya, Salman Al Farisi merupakan pria
sholih, taat, dan juga seorang mulia dari kalangan sahabat Rasulullah. Dengan
ketegaran hati yang luar biasa ia justru menjawab, Allahu Akbar. Salman Al
Farisi girang, bahkan ia justru menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya.
Tanpa perasaan hati yang sakit, ia dengan ikhlas memberikan semua harta benda
yang ia siapkan untuk menikahi si wanita itu. Bahkan mahar dan nafkah yang
telah dipersiapkan diberikan kepada Abu Darda. Ia juga akan menjadi saksi
pernikahan sahabatnya itu.
Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi yang begitu
faham bahwa cinta, kepada seorang wanita tidaklah memberinya hak untuk
memiliki. Sebelum lamaran diterima, sebelum melaksanakan ijab qabul diikrarkan,
cinta tidak menghalalkan hubungan dua insan. Tak hanya itu, ia juga sangat
faham akan arti persahabatan sejati.
No comments:
Post a Comment